
Nanning – Ikut mendorong transformasi industri sawit nasional ke arah yang hijau dan berkelanjutan melalui kerja sama internasional, Indonesia menyelenggarakan Dialogue For China’s Green Policy II Indonesia di sela CAEXPO–CABIS 2025 di NICEC, Guangxi.
Acara yang diselenggarakan pada Jumat (19/09) ini menghadirkan berbagai tokoh kunci sektor sawit nasional dan internasional, khususnya China, untuk membahas strategi ekspor, inovasi teknologi, dan komitmen keberlanjutan.
Di antara tokoh yang hadir adalah Wakil Ketua Komite Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok Daerah Otonomi Zhuang Guangxi Mr Huang Junhua yang menekankan penting hubungan Indonesia-China, serta Wakil Direktur Jenderal Kantor Anti-Penyelundupan Guangxi Fu Jinming.
Acara ini diinisiasi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang gencar mengkampanyekan sawit berkelanjutan.
Sebagai keynote speaker Deputi Miftah Farid, Direktur Pengembangan Ekspor Produk Primer Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan bahwa posisi ekspor sawit Indonesia ke China telah menunjukkan tren penting dalam peta perdagangan internasional.
“Negeri Tiongkok kini menjadi salah satu pasar penting bagi sawit Indonesia. Pada semester I 2025, China menempati posisi sebagai negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia, dengan volume sekitar 1,74 juta ton, atau sekitar 14 % dari total ekspor nasional,” ungkap Miftah Farid.
“Namun, kita tidak hanya ingin menjual volume. Kita harus mendorong hilirisasi, inovasi, dan praktik pertanian yang ramah lingkungan agar produk sawit Indonesia semakin berdaya saing di pasar global.”
Pembicara utama lainnya, Sany Anthony, Wakil Ketua GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), selain memaparkan potensi besar sawit Indonesia, juga menekankan pentingnya kampanye sawit berkelanjutan dan peluang kerja sama untuk produk sawit dan turunannya.
“Pasar China dan negara-negara mitra kini semakin menuntut komoditas yang bukan hanya murah, tetapi bersertifikat keberlanjutan. Inilah peluang kita untuk memperkuat kerja sama ekspor, mendukung sertifikasi ISPO/RSPO, dan mendorong nilai tambah produk sawit Indonesia,” ujar Sany Anthony.
Data Ekspor Sawit Ke Indonesia
Berdasarkan data BPS, pada semester I 2025 Indonesia mengekspor minyak kelapa sawit sebanyak 12,4 juta ton secara nasional dengan nilai sekitar US$13,53 miliar. Dalam periode itu, China menjadi negara tujuan ekspor utama, menyerap sekitar 1,74 juta ton atau sekitar 14% dari total ekspor nasional.
Namun, dalam periode penuh 2024, volume ekspor sawit Indonesia ke China mengalami penurunan signifikan menjadi 4,48 juta ton, dibandingkan 7,73 juta ton pada 2023 menurut data GAPKI.
Penurunan ini menegaskan pentingnya strategi baru: diversifikasi pasar, dorongan hilirisasi, serta peningkatan praktik keberlanjutan agar Indonesia tetap kompetitif di pasar China.
Pasar sawit Indonesia ke China disinyalir digerogoti oleh negara pesaing yakni Malaysia. Negara jiran itu gencar melakukan investasi untuk mendukung ekspor dengan membuka fasilitas pengolahan dan tangki timbun di China.
Kolaborasi Hijau Dan Strategi Masi Depan
Konjen RI di Guangxi Ben Perkasa Drajat yang memberikan sambutan menilai forum kebijakan hijau di CAEXPO–CABIS 2025 yang kedua ini sangat strategis. Tahun lalu (2024) acara serupa juga digelar di tempat yang sama dan memberikan hasil signifikan.
Dialogue For China’s Green Policy II Indonesia kali ini juga menjadi ajang strategis bagi Indonesia untuk meneguhkan posisi sebagai produsen sawit berkelanjutan. Dalam forum ini, dibuka pula peluang joint venture, transfer teknologi, dan kerja sama riset antara Indonesia dan China.
Dengan kombinasi data ekspor terkini, suara pemimpin industri dan pemerintah, serta panggung internasional, Green Dialog menyasar tiga tujuan utama: memperkuat akses pasar China, mempercepat hilirisasi produk sawit, dan memastikan praktik pertanian yang ramah lingkungan sebagai fondasi masa depan industri sawit Indonesia.