
Pasar Dhoplang yang berada kurang lebih 35 km ke arah Timur dari pusat kota Wonogiri, menjadi destinasi yang wajib dikunjungi pecinta kuliner jadul.
Pasar yang berada di Dusun Kembar, Desa Pandan, Kecamatan Slogohimo, Wonogiri ini mempresentasikan suasana pasar tempo dulu.
“Sekarang tambah banyak. Ratusan pedagang di sana (pasar Dhoplang – red) adalah warga desa setempat. Tidak ada orang luar,” ungkap Ninik seorang warga yang juga tetangga desa, saat dimintai keterangan RMOLJateng, Minggu (21/9).
Menariknya lagi, pasar yang hanya buka sehari dalam sepekan di hari Minggu, mulai pukul 06.00+10.00 wib ini, menduplikasi pasar tempo dulu dengan kekhasan budaya Jawa ini.
Tak hanya antara pembeli dan penjual, namun juga dari busana yang dipakai para pedagang hingga tukang parkir kendaraan. Selain itu, semua yang bertugas khususnya pedagang memakai lurik dan jarik.
Di pasar ini, pengunjung yang datang akan disambut dengan bahasa Jawa kromo oleh petugas among tamu. Kemudian dipersilahkan menukar uang dengan alat tukar yg diberlakukan di pasar Dhoplang.
Untuk ini, sebuah Bank Kuliner disiapkan untuk menerima penukaran uang.Uang Rupiah akan ditukar dengan kepingan kayu berbentuk bulat bertuliskan angka 1,5,10, 20 dan 50.
Angka tersebut merupakan konversi dari ribuan rupiah. “Jadi 1 itu sama dengan seribu, 5 berarti 5 ribu. demikian juga 10 dan 20,” jelas Ninik.
Ninik menambahkan agar pengunjung tidak perlu khawatir, karena Bank Kuliner akan menukar kembali kepingan kayu sisa belanja yang tidak lagi digunakan.
Yang paling menarik, di pasar Dhoplang penikmat kuliner jadul akan dimanjakan dengan ratusan menu makanan tempo dulu, seperti sego berkat, sego bancakan, sego thiwul jangkep dengan urap dan gereh asin, ataupun jangan lombok dan cabuk khas wonogiren.
Dan yang rindu jajanan jadul tersedia diantaranya gatot, grontol, thiwul urap, lopis, lapis, jongkong, cenil dan klepon, juga utri, puli dan gendar pecel.
Sementara varian minuman tak kalah banyaknya. Ada teh ginasthel (legi, panas lan kenthel = manis, panas dan pekat = red), jejamuan seperti beras kencur, cabe puyang, kunir asem, paitan bahkan wedang uwuh tersedia melengkapi menu yang ada.
Menjadi istimewa, pasar Dhoplang menggunakan konsep yang ramah lingkungan dan ‘no-plastic’. Semua makanan disajikan dengan daun pisang atau daun jati.
Jika ada yg ingin membawa makanan maka pengelola menyediakan kantong kain untuk dibeli.
Menurut Ninik, pasar Dhoplang menyediakan suasana pasar tradisional masa lalu, yang dapat dinikmati bersama keluarga.
Gubung bambu menjadi lapak bagi pedagang menggelar dagangannya,
Pengunjung dapat bernostalgia menikmati sajian kuliner jadul dengan duduk beralas tikar, di bawah pohon jati yang menjulang tinggi ditemani hembusan angin segar alami khas pedesaan.
Dan mata akan dimanjakan dengan pemandangan hijau dari bentang sawah yang mengitari lahan seluas 4.000 m² yang menjadi lokasi pasar.
Berdasarkan data, setiap minggu dengan kurang lebih seribu pengunjung yang berasal dari berbagai daerah, rata-rata penghasilan mencapai Rp 36-40 juta.
Salah satu pengelola Pasar Dhoplang, Abdul Wahid Ahmadi menyampaikan bahwa pasar ini sengaja dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata daerah agar dapat meningkatkan kesejahteraan warga.
“Desa Pandan ini jarang menyediakan warung (rumah makan -red). Untuk itu, sebagian warga berinisiatif dan bergotongroyong mendirikan pasar ini,” ungkap Abdul dikutip dari rri.co.id.
Selanjutnya Abdul berharap wisata kuliner Pasar Dhoplang akan menjadi desa wisata dan menjadi salah satu obyek wisata unggulan kabupaten Wonogiri selain Waduk Gajah Mungkur.